/* —( page defaults )— */ /* === Hide the NavBar === */ .Navbar { visibility:hidden; display: none; } /* === Hide the NavBar === */

04 November 2008

Penguatan Posisi Masyarakat Dalam Kehidupan Politik Di Masa Depan


Berbicara politik yang kita tahu adalah usaha untuk mencapai sesuatu dengan berbagai cara yang menurut kita legal, mungkin itu definsi yang salah tapi itu yang saya tahu. Banyak rakyat negeri ini yang terkadang merasa masa bodoh dengan perpolitikan di negeri ini, mereka merasa tidak punya kekuatan atas perubahan negeri ini. Perubahan diri mereka saja tak kunjung datang.


Tetapi apabila kita kaji dan pelajari lebih lanjut sebenarnya yang menentukan yang punya kekuatan, suara, keputusan adalah rakyat. Kesadaran itu tak kunjung ada bahkan sudah tak ada setelah sekian tahun lamanya belajar. Pada masa Orde Baru ditandai dengan kekuasaan negara yang dominan (powerful) dan masyarakat yang tak berdaya (powerless). Dimana mereka berada di bawah kendali diktator dengan setiap hak untuk menentukan dengan mudahnya diambil oleh yang merasa berkuasa waktu itu.

Kini hak untuk menentukan telah kita dapat kembali 100% bahkan ada dari beberapa kita yang memperoleh itu lebih dari seratus persen. Lagi-lagi kenyataan seperti ini tetap menjadikan masyarakat tidak punya kekuatan politik, karena asal hari ini bisa makan sudahlah cukup. Para intelektual pada awal Orde Baru modernisasi Indonesia beranggapan bahwa kehidupan politik dan ekonomi adalah suatu hal yang tidak terpisahkan, dan kemajuan ekonomi sangat tergantung dari upaya modernisasi politik.

Sebenarnya ada beberapa yang mendorong ke arah penguatan posisi masyarakat dalam kehidupan politik di masa depan. Pertama, adanya peluang bagi munculnya kontrol sosial melalui pers yang bebas. Kedua, semakin besarnya tuntutan masyarakat mengenai pentingnya amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan pembatasan kekuasaan presiden. Ketiga, kemungkinan berakhirnya “koalisi oportunisme” di antara partai pemenang pemilu, birokrasi (sipil dan militer), dan presiden yang pernah berlangsung selama Orde Baru. Keempat, merosotnya citra TNI yang diikuti semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap peran militer dalam kehidupan politik. kelima, tidak adanya tokoh tunggal yang bisa diklaim ataupun mengklaim dirinya sebagai “Bapak” bagi semua unsur bangsa lantaran kontribusi dan jasa-jasanya yang dianggap luar biasa terhadap bangsa dan negara.

Tidak ada komentar: